"Ogoh-Ogoh" merupakan karya seni patung dalam kebudayaan Bali yang menggambarkan kepribadian "
Bhuta Kala"
dan sudah menjadi ikon ritual yang secara tradisi sangat penting dalam
penyambutan Hari Raya Nyepi atau Tahun Baru Saka. Seluruh umat Hindu
Dharma akan bersukaria menyambut kehadiran tahun baru itu dengan
mengarak-arakan "
ogoh-ogoh" yang dibarengi dengan perenungan tentang yang telah terjadi dan sudah dilakukan selama ini. Pada saat "
Pangrupukan"
atau sehari menjelang Hari Raya Nyepi, peristiwa dan prosesinya setiap
tahunnya sama yaitu pada setiap Banjar (pemangku adat setingkat
Kelurahan) di Bali akan berlomba dalam hal membuat "
ogoh-ogoh" semenarik mungkin. Bila pembuatannya lebih bernilai seni, rumit, dan lebih mutakhir, maka "
ogoh-ogoh" itu diharapkan bisa menaikkan martabat Banjar yang membuatnya.
Fungsi utama "
ogoh-ogoh" adalah sebagai representasi
Bhuta Kala yang dibuat menjelang perayaan Hari Raya Nyepi, dimana "
ogoh-ogoh" tersebut akan diarak beramai-ramai keliling banjar atau desa pada senja hari, sehari sebelum Hari Raya Nyepi (
Pangrupukan).
Menurut para cendekiawan dan praktisi Hindu Dharma, prosesi ini
melambangkan keinsyafan diri manusia akan kekuatan alam semesta dan
waktu yang maha dashyat. Kekuatan tersebut meliputi kekuatan "
Bhuana Agung" (alam raya) dan "
Bhuana Alit" (diri manusia). Dalam pandangan filsafat (
tattwa),
kekuatan tersebut dapat mengantarkan makhluk hidup di alam raya,
khususnya manusia dapat menuju kebahagiaan atau kehancuran. Semua itu
tergantung pada niat luhur manusia, sebagai makhluk Tuhan yang paling
mulia dalam menjaga dirinya sendiri serta seisi dunia.
Dalam ajaran Hindu Dharma,
Bhuta Kala melambangkan kekuatan alam semesta (
bhu) dan waktu (
kala) yang tak terukur dan tak terbantahkan. Dalam perwujudan patung yang dimaksud, "
Bhuta Kala" digambarkan sebagai sosok yang besar menakutkan dan pada umumnya berupa wujud raksasa (
rakshasa). Raksasa adalah bangsa pemakan daging manusia atau kadang-kadang sebagai bangsa kanibal dan dilukiskan dalam "
Yakshagana", sebuah seni populer dari "
Karnataka". Menurut mitologi Hindu dan Budha menyatakan, kata "
rakshasa" mempunyai arti "kekejaman", yang merupakan lawan dari kata "
raksha"
yang artinya "kesentosaan". Namun tidak semua raksasa memiliki
kepribadian yang kejam, seperti Wibisana, Hiranyaksa, dan Hiranyakasipu,
yang mendapat berkah dari dewa karena mereka memuja Dewa Brahma.
Menurut kitab Ramayana menguraikan, bahwa raksasa diciptakan dari kaki
Dewa Brahma. Sedangkan menurut kisah lain, mereka berasal dari tokoh
Pulastya, Khasa, Nirriti, dan
Nirrita.
Dengan keberadaan arak-arakan "
Ogoh-Ogoh" yang sudah menjadi
tradisi inilah yang menambah daya tarik wisatawan baik mancanegara
maupun nusantara. Karena selain memiliki keindahan tempat-tempat wisata,
Balipun memiliki kekayaan budaya yang menjadi andalan kepariwisataan.
Serasa belum lengkap bilamana wisatawan berkunjung tidak melihat prosesi
"
Ogoh-Ogoh" pada penyambutan Hari Raya Nyepi atau Tahun Baru Saka.
ni beberapa gambar ogoh-ogoh yang ada di bali
Banjar Lebah, Dentim
"Ngubes"
20 Besar se-Denpasar
Taken from Instagram
Banjar Dauh Tangluk, Dentim
"Detya Kala Maya"
Banjar Dangin Tangluk, Dentim
"Nangluk Merana"
Banjar Pitik Pedungan, Densel
20 Besar se-Denpasar
Taken from Instagram
Banjar Peken, Dentim
"Sri Bedahulu"
Banjar Kerta Bumi, Dentim
Banjar Tegalkuwalon, Dentim
Banjar Tega Tonja, Denut
20 Besar se-Denpasar
Banjar Tatasan Kaja, Denut
"Narasinga Mamurti"
Banjar Abian Kapas Kaja, Dentim
"Durga Mahisasuramardini"
20 Besar se-Denpasar
Banjar Bengkel, Dentim
"Nircaya Lingga eps. II"
Banjar Kepisah, Dentim
Banjar Sebudi, Dentim
Banjar Tanjung Bungkak Kaja, Dentim
Banjar Tanjung Bungkak Kelod
"Cupak Grantang"
Banjar Kelandis, Dentim
"Ajian Paksa Bhairawa Murti"
Banjar Gemeh, Denbar
Banjar Pekambingan, Denbar
"Tabuh Rah"
Banjar Belaluan, Denut
20 Besar se-Denpasar
Banjar Tainsiat, Denut
"Sang Kalikamaya"
Banjar Kaliungu Kaja
Banjar Kayumas Kaja
"Durga Mahisasuramardini"